Kali ini, kita berbincang sedikit seputar ditemukannya species katak baru. Dimana katenye, diprovinsi Riau, telah ditemukan sebuah spesies katak baru. Hylarana rawa demikian nama yang diberikan untuk katak jenis baru ini. Katak ini di merupakan spesies baru dengan perbedaan pada lengan yang kekar.
Awal penemuan ini bermula ketika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan beberapa pihak lain bermaksud menginventarisasi biodiversitas Suaka Margasatwa Giam-Siak Kecil pada tahun 2007. Nah, katanye dalam proses inventarisasi ini, Mumpuni dan Mulyadi yang menjadi peneliti dan teknisi Herpetologi LIPI, berhasil mengambil satu spesimen katak yang ternyata merupakan species baru yang kemudian dideskripsikan sebagai Hylarana rawa.
Kepastian species baru didapat setelah proses identifikasi secara molekuler pada spesimen yang dilakukan Amir Hamidy dari Museum Zoologi Bogor bersama pembimbing S-3-nya di Kyoto University, Masafumi Matsui, pada tahun 2012.
"Dari hasil analisis molekuler dari mitokondria DNA, gen 16S rRNA, bisa diketahui bahwa MZB Amp 14656 (kode spesimen) merupakan jenis baru, dengan perbedaan jarak genetik yang cukup besar 13,9–15,7 persen dari jenis-jenis lain sekerabatnya," begitu katanye Amir.
Dalam hal ini, peneliti juga membandingkan spesimen dengan tiga jenis katak segenus lain: Hylarana baramica, Hylarana laterimaculata, dan Hylarana glandulosa. Sehingga diketahui ciri-ciri yang membedakan jenis-jenis tersebut dapat diidentifikasi.
"Karena MZB Amp 14656 merupakan spesimen jantan, maka kami berhasil mengidentifikasi salah satu karakter seks sekunder, yaitu memiliki humeral gland (kelenjar di lengan atas) yang sangat besar dibandingkan dengan ukuran badannya,"katenye Amir selanjutnye.
Tak hanya itu, perbedaan lain dari Hylarana rawa juga memiliki selaput kaki yang minimal yang berbeda jenis katak lain. Menyinggung penggunaan nama "rawa" sendiri, Amir mengatakan bahwa hal tersebut dipilih berdasar habitatnya di rawa. Menurutnya, tak banyak jenis katak yang bisa beradaptasi dan hidup di lingkungan rawa gambut yang asam.
"Jangan sampai penemuan kali ini menjadi yang terakhir ditemukannya Hylarana rawa. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena amfibi merupakan hewan yang sangat rentan dengan perubahan lingkungan, termasuk pemanasan global," ungkap Amir.
Staf Pengajar Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta Djoko Raharjo mengatakan, penemuan spesies baru ini terjadi secara alamiah karena merupakan kesatuan respon dari perubahan lingkungan. Sementara itu, terkait spesies baru tersebut merupakan proses yang dinamakan spesiasi.
“Spesiasi adalah pembentukan spesies baru dan berbeda dari spesies sebelumnya dalam kerangka evolusi. Spesies baru dapat terjadi karena pada daerah tersebut belum pernah dilakukan eksplorasi secara intensif dan luas berdasar variasi spatial,” katenye
Ia juga menambahkan, spesiasi lebih ditekankan pada perubahan yang terjadi pada populasi jenis tertentu. Kecepatan spesiasi sebagian tergantung pada ukuran kisaran geografis dari persebaran spesies. Spesies yang persebarannya luas cenderung meningkatkan kecepatan spesiasi yang disebabkan variasi kondisi lingkungan.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Current Herpetology edisi Juni 2012.
(Sumber:Kompas.com)